MAKALAH KARDIOVERSI

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

     Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi atau irama atau keduanya. Disritmia adalah gangguan sistem hantaran jantung dan bukan struktur jantung. Disritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisa gelombang EKG (elektrokardiogram). Disritmia dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya, disritmia yang berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat dinamakan sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia, yaitu: nodus sinus, atria, nodus AV atau sambungan, dan ventrikel. Gangguan mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi, meliputi: bradikardia, takikardia, flutter, fibrilasi, denyut prematur, dan penyekat jantung (Smeltzer, 2001:752).

     Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak mencukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi, defibrillasi, dan pacemaker (Smeltzer, 2001:766). Kardioversi sinkron adalah renjatan elektris berkala pada jantung untuk mengatasi disritmia tertentu dimana arus listrik yang diberikan bervoltase rendah dan diatur untuk tidak menimpa gelombang T. Prosedur ini bertujuan untuk menghentikan aktivitas elektris jantung yang abnormal dan memungkinkan nodul Sino Atria (pacu jantung alami) menghasilkan irama sinus normal (Nurachmah, 2000:111).          

     Defibrillasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat dengan tegangan listrik yang lebih besar dari kardioversi (Smeltzer, 2001:766). Pada makalah ini akan dibahas konsep teori tentang kardioversi dan defibrillasi.

1.2 Rumusan Masalah

     Berdasar latar belakang di atas didapat rumusan masalah, yaitu: “Bagaimana cara menyiapkan pasien dan alat untuk tindakan kardioversi dan defibrillasi serta cara melakukan tindakan kardioversi dan defibrillasi?”

1.3 Tujuan

    Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan cara menyiapkan pasien dan alat untuk tindakan kardioversi dan defibrillasi, selain itu agar mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan cara melakukan tindakan kardioversi dan defibrillasi.

 

BAB 2

PEMBAHASAN

 

2.1 Konsep Kardioversi

2.1.1 Pengertian Kardioversi

     Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif, pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya (Smeltzer, 2001:766).

     Kardioversi sinkron adalah renjatan elektris berkala pada jantung untuk mengatasi disritmia tertentu dimana arus listrik yang diberikan bervoltase rendah dan diatur untuk tidak menimpa gelombang T (Nurachmah, 2000:111).

     Kardioversi merupakan pemakaian arus listrik dengan mem-berikan kejutan yang tersinkronisasi dengan aktivitas jantung yaitu yang diberikan pada gelombang R (Hudak, 1997:280).

     DC (Direct Current) shock adalah memberikan tindakan arus listrik searah pada otot jantung melalui dinding dada dengan menggunakan defibrillator (Depkes RI, 2005:7).

     DC shock adalah suatu alat elektrik untuk memberikan arus listrik searah otot jantung baik secara langsung maupun melalui diding dada. Pada kardioversi arus listrik digunakan secara sinkronise, sedangkan pada defibrilasi secara asinkronise (Depkes RI, 2006:67).

2.1.2 Tujuan Kardioversi

     Prosedur ini bertujuan untuk menghentikan aktivitas elektris jantung yang abnormal dan memungkinkan nodul Sino Atria (pacu jantung alami) menghasilkan irama sinus normal (Nurachmah, 2000).

     Menurut Mancini (1994), tujuan kardioversi adalah untuk mengubah takidisritmia ventrikular dan supraventrikular ke irama sinus dengan cara melakukan sinkronisasi depolarisasi listrik terhadap miokardium.

     Menurut Depkes RI (2006) tujuan kardioversi adalah menghilangkan spesifik aritmia atau ventrikel fibrilasi.

2.1.3 Indikasi

Indikasi kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

  1. Kardioversi elektif dilakukan untuk penanganan takidisritmia supra-ventrikular yang stabil dimana tidak berhasil dalam terapi obat-obatan. Contoh: Takikardia atrial paroksimal (PAT), fibrilasi atrial, atrial flutter, takikardia jangsional.
  2. Kardioversi darurat dilakukan untuk penanganan terhadap takidisritmia ventrikular dan supraventrikular yang tidak stabil dan harus ditangani secepatnya untuk mencegah gangguan hemodinamik.

2.1.4 Kontraindikasi

Kontraindikasi kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

1. Toksisitas digitalis

Kardioversi dan defibrilasi mempertinggi efek dari digitalis dan dapat berakibat dalam disritmia letal. Pasien dengan digitalis dosis pemeliharaan biasanya harus menghentikan digitalisnya untuk minimal 24 jam sebelum dilakukan kardioversi darurat biasanya tidak diindikasikan untuk disritmia toksik digitalis.

2. Hipokalemia

Serum kalium harus dievaluasi sebelum dilakukan kardioversion karena hipokalemia mempertinggi ketidakstabilan listrik dan dapat mencetuskan disritmia pascakonversi.

2.1.5 Kemungkinan Komplikasi

Kemungkinan komplikasi kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

  1. Fibrilasi ventrikular. (Jika pasien mengarah pada fibrasi ventricular, putar mode sinkronisasi Off dan lakukan defibrilasi dengan segera dengan daya 200 watt menit).
  2. Depresi pernapasan atau henti napas karena kelebihan sedatif.
  3. Emboli sistemik atau pulmonary.
  4. Kulit terbakar.

2.1.6 Persiapan

2.1.6.1 Pasien

  1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan (Depkes RI, 2006).
  2. Posisi pasien diatur terlentang datar (Depkes RI, 2006).
  3. Digoksin biasanya dihentikan, 48 jam sebelum dilakukan kardioversi untuk mencegah terjadinya disritmia pasca kardioversi. Pasien biasanya diberi penenang secara intravena sebelum kardioversi dilakukan untuk membantu anestesia, dan jarang sekali diintubasi setelah anestesi (Smeltzer, 2001).

2.1.6.2 Alat

  1. Kardioverter-defibrillator
  2. Monitor elektrokargiogram (EKG)
  3. Mesin EKG 12 sadapan
  4. Media konduktif (jelli EKG atau pasta atau kasa rendaman normal salin)
  5. Troli kardiak arrest
  6. Peralatan penghisap
  7. Ambu bag
  8. Terapi oksigen
  9. Jalan napas misalnya ETT
  10. Peralatan pacu darurat

2.1.7 Kebutuhan Energi untuk Kardioversi

     Energi yang dibutuhkan untuk mengubah takikardi ventrikel (TV) tidak stabil pada nadi dapat serendah 10 Joule (J), tetapi seiring menggunakan energi awal 50 J, diikuti 100, 200, 300 atau 600 J yang dibutuhkan untuk pengubahan. Energi dibutuhkan untuk mengubah takikardi supraventrikular (TSVP) dan flutter atrium berkisar antara 25 sampai 75 J pada awalnya. Kemudian meningkatnya energi dapat diperlukan untuk pengubahan. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah fibrilasi atrium lebih besar, dimulai dari 100 J dengan peningkatan sampai 360 J jika perlu. Setelah pengubahan menjadi irama sinus, terapi selanjutnya harus dimulai (Hudak, 1997).

Tabel 2.1 Kebutuhan Energi untuk Kardioversi

Indikasi

Energi dalam Joule (J)

TV tidak stabil

50-360

Takikardi supraventrikular

75-100

Flutter atrial

25 pada awal

Fibrilasi atrial

100 pada awal

 

2.1.8 Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

 

  1. Pastikan surat persetujuan sudah dibuat untuk kardioversi elektif dan pasien menyadari apa yang diharapkan.
  2. Evaluasi tingkat serum pasien yang terbaru dan tingkat digitalis bila mungkin.
  3. Evaluasi catatan pengobatan pasien untuk menyakinkan pasien tidak mendapat digitalis dalam 24 jam terakhir. Jika pasien mendapat digitalis dalam 24 jam terakhir, hal ini tidak semata-mata menghalangi dilakukan-nya kardioversi. Walaupun demikian dokter harus diberitahu.
  4. Pastikan pasien tidak mendapat apapun per oral untuk kira-kira 8 jam sebelum dilakukan kardioversi elektif.
  5. Rekam EKG pasien 12 sadapan.
  6. Kaji patensi IV line pasien. (Jika tidak terpasang IV line, pasang IV line sebelum prosedur dilakukan.)
  7. Letakkan pasien pada posisi supinasi untuk menjamin letak yang tepat dari bantalan.
  8. Kaji tanda-tanda vital pasien, tingkat orientasi, status pernapasan, dan nadi perifer.
  9. Lepas gigi palsu. (Hal ini mengurangi resiko obstruksi jalan napas, tetapi hal ini tidak selalu tepat karena gigi palsu dapat juga meningkatkan kemudahan jalan napas).
  10. Berikan terapi oksigen seperti yang dinstruksikan sebelum kardioversi dan hentikan saat kardioversi dilakukan karena hal ini menyebabkan kemungkinan mudah terbakar dengan peralatan listrik.
  11. Persiapkan peralatan untuk kardioversi :
  • Hubungkan steker defibrilator dengan saluran keluar listrik, walaupun baterainya digunakan.
  • Putar sumber listrik pada on.
  • Hubungkan pasien ke sadapan cabang dari monitor kardioverter. Yakinkan bahwa sadapan monitor menghasilkan tinggi gelombang R sebelah kiri atas (pada model yang terbaru tidak selalu perlu untuk gelombang R sebelah kiri atas untuk terdeteksi oleh kardioveter). Yakinkan bahwa Gelombang mempunyai amplitudo yang cukup untuk merangsang siklus kardioveter.
  • Periksa monitor dari adanya artifak. (Jika terdapat artifak, periksa letak elektrode dan/atau kontak dan mengubahnya bila diperlukan untuk menyakinkan tidak adanya artifak. Artifak mungkin terinterpretasi oleh kardioiveter sebagai gelombang R dan memungkinkan hantaran listrik pada waktu yang tidak tepat, yang dapat menyebabkan fibrilasi ventrikular).
  • Aktifkan sinkronisasi. (Jika sinkronisasi tidak aktif, pengeluaran listrik akan terjadi ketika dasar pedal ditekan mengenai gelombang R).
  • Periksa siklus sinkronisasi. (Kebanyakan unit mempunyai cahaya yang berpendar pada gelombang R atau mungkin mempunyai tekanan suara yang akan berbunyi beep dengan gelombang R sebagai tanda dari sinkronisasi kardioveter dengan siklus jantung pasien).
  1. Pemberian sedatif seperti yang dianjurkan. Valium intravena diberikan dalam dosis gradiasi 5 sampai 10 mg karena tindakan kardioversi sangat nyeri dan menyebabkan kecemasan. Anestesi dengan aksi singkat dapat juga diberikan. (Bila hal ini selesai, ahli anestesi harus dipanggil untuk memonitor pemapasan dan jalan napas).
  2. Tutup seluruh permukaan pedal dengan media konduktif.
  3. Pillih tingkat energi pada kardioveter. Tingkat energi akan diberikan dalam Joule oleh dokter sesuai dengan berat badan pasien, disritmia, dan obat-obatan. Asosiasi Jantung Amerika merekoe mendasikan sebagai berikut:

a. Fibrilasi atrial: 100 joule

b. Atrial flutter: 25 joule

c. Takikardia supraventrikular paroksimal (PSVT): 75 sampai 100 joule

d. Takikardia ventrikular tidak stabil (dengan nadi): 50 joule

clip_image002

clip_image003clip_image005

Gambar 2.1 Rekaman EKG

  1. Aktifkan keluaran dasar pada mesin atau pada pedal.
  2. Yakinkan kardioveter telah terisi pada tingkat yang telah ditentukan.
  3. Yakinkan dada pasien sudah bebas dari semua yang berlemak karena hal ini dapat menyebabkan percabangan dan turunnya penyampaian energi ke miokardium.
  4. Pasang bantalan dengan lembut pada dada pasien menggunakan tekanan 25 pound pada masing-masing bantalan:

a. Penempatan secara standar

Pasang satu bantalan di sebelah kanan sternum di bawah klavikula. Pasang bantalan yang lain di sebelah kiri puting pada garis aksilaris anterior.

clip_image007clip_image009

Gambar 2 Letak paddle defibrillator

b. Peletakan anterior posterior

Pasang satu bantalan pada daerah posterior atau intraskapular. Pasang bantalan yang lain pada daerah prekordial anterior.

  1. Periksa irama pada monitor EKG, dan periksa ulang untuk memastikan bahwa sinkronisasi telah aktif dan memberikan hantaran pada gelombang R.
  2. Menjauh dari tempat tidur, dan perintahkan pada yang lain untuk menjauh dari tempat tidur.
  3. Tekan tombol discharge.
  4. Periksa nadi dan tanda-tanda vital pasien. Kaji irama EKG setelah kardioversi.
  5. Ulangi langkah 13 sampai 22 sebagaimana diperlukan untuk meng-hilangkan takidisritmia. (Jika irama tidak berubah, tingkat energi yang diberikan harus diubah sesuai dengan saran dokter. Bila hentakan diulangi intervalnya harus berjarak paling tidak 3 menit. Yakinkan bahwa masih terdapat cukup medium konduksi pada bantalan untuk pengulangan kardioversi).
  6. Periksa peralatan untuk mengetahui adanya kemungkinan-kemungkinan penyebab gagalnya kardioveter:

a) Mode tidak sinkron.

b) Gangguan artifak.

c) Baterai habis (bila tidak menggunakan sumber listrik).

d) Tekanan yang tidak adekuat pada hentakan selama kardioversi.

2.1.9 Tindak Lanjut

Tindak lanjut kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

1. Pengkajian setelah tindakan kardioversi

a. Irama gelombang EKG

b. Tanda-tanda vital

c. Patensi jalan napas

d. Pernapasan

2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap hasil tindakan kardioversi.

3. Kaji pasien terhadap adanya rasa terbakar pada dada, dan berikan tindakan seperlunya.

4. Lakukan rekaman irama jantung (EKG) 12 sadapan setelah tindakan kardioversi untuk mengkaji adanya kerusakan miokardium.

5. Monitor EKG pasien secara terus menerus minimal 2 jam setelah prosedur.

2.1.10 Dokumentasi

Dokumentasi kardioversi menurut Mancini (1994), adalah:

1. Status pasien sebelum dilakukan tindakan kardioversi:

a. Tanda-tanda vital

b. Tingkat kesadaran

c. Denyut nadi

d. Pernapasan (kecepatan dan kedalaman)

e. Irama EKG

f. Keberadaan terapi intravena

g. Nama obat, dosis dan cara pemberian sedatif

2. Urutan dalam kardioversi

a. Irama EKG sebelum diberikan hentakan

b. Waktu dan jumlah energi yang diberikan pada setiap hentakan

c. EKG setelah kardioversi dilakukan

3. Status pasien setelah prosedur tindakan:

a. Tanda-tanda vital

b. Tingkat kesadaran

c. Denyut nadi

d. Pernapasan (kecepatan dan kedalaman)

e. Irama EKG

2.1.11 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan kardioversi adalah:

  1. Bila terjadi asistole, lakukan segera tindakan RJP. Tindakan-tindakan DC Shock dihentikan bilamana tidak ada respon. Setiap perubahan gambaran EKG harus diprint (Depkes RI, 2005).
  2. Petugas tidak boleh menyentuh tempat tidur dan pasien. Jelly harus cukup untuk mencegah terbakarnya kulit dada (Depkes RI, 2006).

 

2.2 Konsep Defibrillasi

2.2.1 Pengertian Defibrillasi

     Defibrillasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat dengan tegangan listrik yang lebih besar dari kardioversi (Smeltzer, 2001:766).

     Defibrillasi atau “counter shock adalah mengalirkan arus listrik yang besar secara singkat melalui jantung untuk menghentikan fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel tanpa denyut (Nurachmah, 2000:108).

     Defibrillasi merupakan pemberian arus yang tidak tersinkronisasi pada jantung melalui dinding dada dalam upaya untuk mengubah kurangnya nadi takikardia ventrikel/fibrilasi pada irama sinus (Hudak, 1997:280).

2.2.2 Tujuan Defibrillasi

     Prosedur ini bertujuan untuk menghentikan fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel tanpa denyut (Nurachmah, 2000:108).

     Menurut Mancini (1994), tujuan defibrillasi adalah untuk menentukan adanya fibrilasi ventrikel dengan cara memberikan arus listrik melewati dinding dada pasien. Fibrilasi yang dilakukan dengan segera telah memperlihatkan peningkatan yang berarti menyerupai tindakan resusitasi yang berhasil.

2.2.3 Indikasi

Indikasi defibrillasi menurut Mancini (1994), adalah:

  1. Fibrilasi ventrikel.
  2. Takikardia ventrikel pada saat pasien tidak sadar atau nadi sangat lemah.
  3. Bila ada kemungkinan yang memperlihatkan asistole dan mengarah pada fibrilasi ventrikel.
  4. Kemungkinan Komplikasi
  5. Kulit terbakar karena lempeng atau bantalan defibrillator.
  6. Kerusakan miokardium.

2.2.4 Peralatan

  1. Defibrillator
  2. Pasta electrode
  3. Mesin EKG
  4. Troli kardiak aresst
  5. Mesin penghisap
  6. Resusitasi kardiopulmoner (RPJ)

2.2.5 Prosedur

Prosedur pelaksanaan defibrillasi menurut Mancini (1994), adalah:

  1. Kaji pasien untuk memastikan bahwa denyut nadi pasien benar-benar lemah.
  2. Letakkan defibrillator hingga bantalan dapat dengan mudah mencapai dada pasien.
  3. Hubungkan defibrillator dengan sumber listrik. (Jika defibrillator menggunakan baterai sebagai arus listrik, hubungkan pada baterai hanya bila akan digunakan).
  4. Tekan tombol power in, dan yakinkan bahwa indikator cahayanya on. Hampir sebagian besar unit mempunyai sirkuit sinkronisasi yang harus dalam keadaan off atau tidak terpasang untuk menangani fibrilasi ventrikel.
  5. Olesi seluruh permukaan fibrilator dengan pasta elektrode, tipis dan merata.
  6. Tentukan tingkat energi yang tepat pada mesin. Energi yang digunakan pada upaya defibrilasi pertama harus pada 200-300 Joule.
  7. Tekan tombol baik pada mesin atau pada bantalan fibrilasi itu sendiri.
  8. Perhatikan jarum pada petunjuk arus sampai menunjukkan tingkat yang telah ditentukan, dengarkan bila ada tanda atau alarm yang menunjukkan tingkat energi yang penuh.
  9. Gosok atau usap dada pasien untuk membersihkan dari keringat atau larutan lain.
  10. Pasang bantalan fibrilator pada dada dengan lembut, walaupun dengan ditekan. Pasang satu bantalan tepat di sebelah kiri dari bagian atas sternum dan di bawah klavikula dan satu bantalan yang lain dilekatkan tepat di sebelah kiri dari apeks jantung dan garis midaksila. Posisi elektrode V1 dan V6 dari EGK sadapan harus terlihat efektif.
    clip_image011clip_image013

Gambar 2.2 Letak paddle defibrillator

clip_image015

Gambar 2.3 Letak sadapan pada dada untuk EKG

11. Operator memerintahkan semua personel untuk menjauh dan melepaskan semua peralatan yang sedang dipegang yang berhubungan dengan pasien atau tempat tidur. Operator harus melihat untuk memastikan bahwa semua personel telah menjauh dari tempat tidur

12. Gunakan tekanan pada bantalan defibrillator lebih dari 220 pound, dan secara bergantian tekan tombol pada bantalan defibrillator untuk mengalirkan arus listrik.

13. Periksa nadi pasien.

14. Kaji pola EKG setelah defibrillasi, lanjutkan dengan melakukan RJP selama tidak dilakukan defibrillasi.

15. Jika fibrilasi ventrikel berlanjut, dengan segera ulangi langkah 6-14 dengan tingkat energi 360 Joule.

16. Jika defibrillasi ketiga tidak berhasil, lanjutkan RJP dan lakukan algorithm edvance cardiac life support dengan tepat.

2.2.6 Tindak Lanjut

Tindak lanjut defibrillasi menurut Mancini (1994), adalah:

1. Kaji pasien dari adanya kulit terbakar dan obati bila diperlukan.

2. Bersihkan pelumas dari dada pasien dan pada bantalan defibrillator.

3. Monitor, laporkan dan catat tanda-tanda vital secara terus-menerus sampai keadaan stabil.

2.2.7 Dokumentasi

Dokumentasi defibrillasi menurut Mancini (1994), adalah:

1. Sifat irama jantung dan kondisi klinik pasien sebelum defibrillasi.

2. Waktu dan besarnya energi yang digunakan pada setiap defibrillasi.

3. Waktu ketika dokter datang.

4. Irama jantung dan kondisi fisik pasien (dan psikologis, jika memungkinkan) kondisi pasien terhadap respons prosedur.

2.2.8 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan defibrillasi menurut Smeltzer (2001) adalah:

  1. Gunakan bahan konduktor di antara kulit dengan pedal, seperti kasa salin atau pasta elektroda.
  2. Letakkan pedal sedemikian rupa sehingga membentuk lengkung yang efektif.
  3. Berikan tekanan 20 sampai 25 pound pada setiap pedal agar tepat kontak dengan kulit.
  4. Jagalah keamanan dengan cara meyakinkan tidak ada seorangpun yang menyentuh tempat tidur atau pasien saat pedal dinyalakan.
  5. Pada kasus fibrilasi ventrikel, resusitasi jantung paru (RJP) harus dilakukan dan diteruskan sampai defibrilasi mekanis tersedia dan berhasil.

 

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

     Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif, pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya. Sedangkan defibrillasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat dengan tegangan listrik yang lebih besar dari kardioversi. Pada praktiknya baik kardioversi maupun defibrillasi harus memperhatikan hal mendasar, yaitu petugas tidak boleh menyentuh tempat tidur dan pasien serta jelly harus cukup untuk mencegah terbakarnya kulit dada.

 

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit. Direktorat Bina Keperawatan Direktorat Jendral Pelayanan Medik

Departemen Kesehatan RI, (2006). Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Direktorat Keperawatan dan Keteknisian Medik Direktorat Jendral Pelayanan Medik

Hudak, Carolyn M., (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi VI Volume 1. Jakarta: EGC

Mancini, Mary E., (1994). Pedoman Praktis Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta: EGC

Nurachmah, Elly dan Sudarsono, Ratna S., (2000). Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C., (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGG

Jangan lewatkan informasi menarik lainnya yang akan kami kirim via email kepada anda

0 Response to "MAKALAH KARDIOVERSI"


Memuat...