BAB I
TINJAUAN TEORI
1. 1 Tinjauan Medis
1. 1. 1 Pengertian
CVA adalah Defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan fungsional otak. (Purnawan, 1982)
Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak. (Brunner, 2000)
CVA merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. (Doengoes, 2000)
Cedera serebrovaskular atau stroke adalah awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak, Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma). (Carpenito, 2006)
Stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro, 2000)
CVA disebut juga stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak dimana secara mendadak ( dalam beberapa detik ), atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) timbul gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. (Chandra, 1997)
CVA merupakan gangguan sirkulasi serebral dansebagai salah satu manifestasi neurologi yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat gangguan suplai darah ke otak. (Depkes RI, 1996)
1. 1. 2 Etiologi
Penyebab dari Cerebro Vascular Accident (CVA) yaitu:
1. Thrombosis.
2. Embolus.
3. Ruptur dinding pembuluh darah serebral.
4. Penyakit darah vaskuler ( Arteroskeloris, Aneurisma dan trauma ). (Price, 1985)
Faktor Resiko CVA :
1. Hypertensi, faktor resiko utama
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kadar hematokrit tinggi
4. DM (peningkatan anterogenesis)
5. Pemakaian kontrasepsi oral
6. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
7. Obesitas, perokok, alkoholisme
8. Kadar esterogen yang tinggi
9. Usia > 35 tahun
10. Penyalahgunaan obat
11. Gangguan aliran darah otak sepintas
12. Hyperkolesterolemia
13. Infeksi
14. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
15. Lansia
16. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
17. Asam urat. (Brunner, 2000)
1. 1. 3 Fisiologis
Darah bersih dari ventrikel kiri jantung akan dialirkan ke otak, mula-mula oleh arteri karotis komunis. Secara umum, arteri serebri berupa arteri pengantar atau arteri penetrans. Arteri karotis serebri media dan cabang-cabangan membentuk jalinan yang luas meliputi permulaan otak arteri penetrans merupakan pembuluh darah yang mengalirkan nutrisi yang berasal dari arteri penghantar (kondusif). Pembuluh-pembuluh nutrisi ini masuk ke dalam otak dengan sudut tegak lurus dan menyediakan darah bagi struktur-struktur yang terdapat di bawah korteks (kapsula internal ganglia basalis). (Prince, 1995)
1. 1. 4 Patofisiologis
Keterangan :
Infark cerebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. luasnya infark bergantung pada faktor- faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. suplai darah ke otak dapat berubah (Makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Asteroskerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. trombus dapat berasal dari palk arteroskerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai pembuluh darah yang bersangkutan dan edema kongesti disekitar area. Edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang- kadang sesudah beberapa hari. dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arterioskerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskular, karena perdarshan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. perembesan darah ke ventrikel terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasai salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. elemen- elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat penurunannya tekanan perfusi, menyebabkan saraf area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif, 2008)
1. 1. 5 Klasifikasi
Klasifikasi dari Cerebro Vascular Accident (CVA), yaitu :
Menurut patologi dan gejala klinik
1. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
2. Stroke Non Hemoragik.
Dapat berupa iskhemia, emboli dan trombosis serebral. Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskhemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran pasien umumnya baik. (Djoenaidi, 1994)
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya.
1. TIA ( Trans Iscemik Attack )
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang muncul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam tempo kurang dari 24 jam.
2. Stroke Involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
3. Stroke Komplit
Dimana gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai istilahnya stroke komplit. Memang dapat diawali oleh serangan TIA berulang. (Djoenaidi, 1994)
1. 1. 6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering pada penderita Cerebro Vascular Accident (CVA), yaitu :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan ( biasanya hemiparese ) yang timbul mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan ( gangguan hemisensorik ).
3. Perubahan mendadak status mental ( Kontusi, delirium, letargi, stupor, atau koma ).
4. Afasia ( bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan ).
5. Disartria ( bicara pelo atau cadel ).
6. Gangguan penglihatan ( hemianopia atau monokuler ) atau diplopia.
7. Ataksia ( trunkal atau anggota badan ).
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala. (Prince, 1995)
1. 1. 7 Komplikasi
Komplikasi dari penderita Cerebro Vascular Accident (CVA), yaitu :
1. Hidrosepalus.
2. Disritmia.
3. Afasia.
4. Hemiparese/ paraparese. (Arif, 2008)
1. 1. 8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukkan pada penderita Cerebro Vascular Accident (CVA), yaitu :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Pungsi lumbal.
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler.
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (Masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. (Arif, 2008)
1. 1. 9 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita CVA diantaranya adalah:
1. Empat tujuan pengobatan, menyelamatkan jiwa, membatasi kerusakan otak, mengurangi ketergantungan dan deformitas, mencegah terjadinya penyakit.
2. Pertahankan agar jalan nafas selalu bebas, pemberian cairan elektrolit dan kalori adekuat, hindari ulcus dekubitus.
3. Larutan urea hipertonik 1 - 1,5 g/kg IV.
4. Obat antikoagulan dapat dipergunakan pada stroke in - evolution.
5. Tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal. (Arif, 2008)
1. 2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. 2. 1 Pengkajian
1. 2. 1. 1 Anamnese
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan utama : Dimulai dengan keluhan pusing, kesemutan pada ekstermitas, bicara pelo.
3. Riwayat penyakit masa lalu
Terdapat riwayat hipertensi, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
4. Riwayat keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang seperti hipertensi, CVA.
5. Riwayat spikososial dan spiritual
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Interpersonal :hubungan dengan orang lain, Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
6. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Untuk mengurangi pusing biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping, Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
7. Pola nutrisi dan metabolisme :
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut ( peningkatan TIK ), Kehilangan sensasi ( rasa kecap ) pada pipi, lidah dan tenggorok, disfagia, adanya riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda :Kesulitan menelan ( gangguan pada reflek palatum dan faringeal ), obesitas ( faktor risiko ). (Carpenito, 2006)
1. 2. 1. 2 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Kepala dan Leher
1) Rambut
Inspeksi: Warna (hitam, merah), jumlah (banyak, sedikit), alopecia atau tidak, kebersihan rambut terganggu.
Palpasi: Kering, berminyak, mudah rontok
2) Kepala
Inspeksi: Tidak ada lesi, kepala simetris
Palpasi: Ada nyeri tekan atau tidak
3) Mata
Inspeksi: Simetris, kelopak mata bengkak atau tidak, sklera mata putih atau putih kekuningan (iterik), cowong atau tidak, konjungtiva merah muda atau putih pucat (anemis), pupil mengecil (miosis), atau membesar (midriasis), ukuran pupil kanan dan kiri sama (isokor) atau tidak anisokor, gangguan penglihatan.
4) Hidung
Inspeksi: Lubang kanan dan kiri simetris, bentuk hidung normal, ada atau tidak perdarahan pada hidung, tidak ada polip.
Palapasi: Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan irontalis sinus slenoidalis lacrimalisethmoidalis.
5) Mulut
Inspeksi: Mulut bersih, gigi ada karies atau tidak, bentuk gigi normal, mukosa bibir kering, bibir pecah- pecah.
6) Telinga
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada lesi, telinga sekret normal.
Palpasi: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
7) Leher
Inspeksi: Bersih, ada lesi, ada benjolan
Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, ada benjolan, ada nyeri tekan.
2. Pemeriksaan Kulit dan Kuku
1) Kulit
Inspeksi: Kulit sawo matang, tidak ada lesi, kulit bersih
Palpasi: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, turgor kulit >3 detik, tidak ada oedema, kulit kasar.
2) Kuku
Inspeksi: Berwarna putih pucat, tidak ada lesi, kuku bersih
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
3. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
1) Payudara
Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada kemerahan, tidak ada lesi
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
2) Ketiak
Inspeksi: Ketiak bersih, tidak ada lesi
Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar limfa
4. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1) Thorax
Inspeksi: Dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak ada kemerahan, tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, fokal freminuts kanan dan kiri simetris.
2) Paru
Inspeksi: Ada nyeri tekan
Perkusi: Tidak sonor
Auskultasi: Suara nafas ada suara nafas tambahan ronki.
5. Pemeriksaan Jantung
Gejala : Adanya penyakit jantung ( MI, reumatik / penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis bakterial ), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda : Hipertensi arterial ( dapat ditemukan / terjadi pada CSV ) sehubungan dengan adanya embolisme / malformasi vaskuler, Nadi : frekuensi dapat bervariasi ( karena ketidakstabilan fungsi jantung / kondisi jantung, obat - obatan, efek stroke pada pusat vasomotor ), Disritmia, perubahan EKG, Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka / aorta yang abnormal.
6. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: Tidak ada lesi, perut agak membesar.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Perut tidak acites, hypertympani
Auskultasi : Bising usus 8 x / menit
7. Pemeriksaan Kelamin dan Genetalia Sekitarnya
1) Genetalia
Inspeksi: Tidak ada sekret, tidak ada peradangan
2) Anus
Inspeksi: Tidak ada hemoroid, anus kotor dan kemerahan sekitar anus
Palpasi: Tidak ada benjolan.
8. Pemeriksaan Muskuloskeletal
ROM: Gerakan terbatas
Ektremitas terganggu
Tidak ada kelainan tulang belakang
Tidak ada fracture
Tidak ada kelemahan ekstermitas
9. Pemeriksaan Neurologi
Gejala :
1. Sinkope / pusing ( sebelum serangan CSV / selama TIA ).
2. Sakit kepala : akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid.
3. Kelemahan / kesemutan / kebas ( biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain ); sisi yang terkena terlihat seperi “ mati / lumpuh “.
4. Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian ( kebutaan monokuler ), penglihatan ganda.
5. Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral ( pada sisi tubuh yang berlawanan ) pada ekstremitas dan kadang - kadang pada ipsilateral ( satu sisi ) pada wajah.
Tanda :
1. Status mental / tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku ( seperti letargi, apatis, menyerang ), gangguan fungsi kognitif ( seperti penurunan memori, pemecahan masalah ).
2. Ektremitas : kelemahan / paralisis, genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara kontralateral.
3. Pada wajah terjadi paralysis atau parese ( ipsilateral ).
4. Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik ( kesulitan untuk mengungkapkan kata - kata ), reseptif ( afasia sensorik ) yaitu kesulitan memahami kata - kata secara bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal diatas.
5. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkannya ( apvalisia ).
6. Ukuran pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral.
10. Pemeriksaan Status atau Mental
Pasien dapat berorientasi orang, waktu, tempat dengan baik
Pasien berespon dengan baik
Pasien menjawab pertanyaan tidak lancar.
Pasien jenuh dengan keadaan sakitnya.
1. 2. 2 Rencana Asuhan Keperawatan
1. 2. 2. 1 Penurunan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Doenges, 2000)
Batasan karakteristik:
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Kehilangan memori
3. Perubahan respon motorik/sensori
4. Gelisah
5. Defisit sensori
6. Bahasa
7. Intelektual dan emosi
8. Perubahan VS
Tujuan:
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
1. Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
2. Tidak ada tanda TIK meningkat
3. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
4. Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi dan Rasional
1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan, perfusi jaringan otak dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel
1. 2. 2. 2 Resiko peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebral. (Arif, 2008)
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
Kriteria Hasil :
1. Klien tidak gelisah
2. Klien tidak mengeluh nyeri kepala
3. Tidak mual- mual dan muntah
4. GCS 4-5-6
5. Tidak terdapat papiledema
6. TTV dalam batas normal
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji faktor penyebab dari keadaan individu, penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan, dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi, tanda- tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor tanda- tanda vital setiap 4 jam
Rasional : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik, dengan tekanan darah sistemik.
3. Evaluasi pupil
Rasional : Reaksi pupil merupakan tanda dari gangguan nervus jika batang otak terkoyak
4. Pertahankan kepala dan leher pada posisis yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
Rasional : Perubahan kepala pada satu sisi dapat, menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak
5. Berikan periode istirahan antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur
Rasional : Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif
6. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana yang tidak gaduh.
Rasional : Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah
7. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari
Rasional : Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK
8. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang sebab akibat TIK meningkat.
Rasional :Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan
9. Berikan cairan intravena sesuai yang di indikasikan
Rasional : Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk menguransi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, TD, TIK.
10. Berikan obat diuretik osmotik, contoh manitol, furosid
Rasional : Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, mengurangi edema serebral, TIK.
11. Berikan analgesik narkotik, contohnya kodein
Rasional : Mengurangi atau mengontrol hari dan pada metabolisme serebral atau oksigen yang diinginkan
12. Berikan antibiotik seperti aminocaproic acid (amicar)
Rasional : Digunakan pada kasus hemoragi, untuk mencegah lisis, bekuan darah dan perdarahan kembali.
1. 2. 2. 3 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, kerusakan perceptual / kognitif. (Doenges, 2000)
Batasan Karakteristik :
1. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
2. Kerusakan koordinasi
3. Keterbatasan rentang gerak
4. Penurunan kekuatan otot
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 4 x24 jam klien mampu mempertahankan mobilitasi fisik
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
2. Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
3. Mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4. Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi dan Rasional :
1. Observasi tanda - tanda vital.
Rasional : Mengidentifikasi tingkat penyembuhan dan kekuatan / kelemahan yang dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma / iskemia jaringan ( seperti dekubitus).
3. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur.
4. Tempatkan bantal di bawah aksila.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan mencegah atrofi otot dan kontraktur pada daerah bahu.
5. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional : Dapat membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya secara adekuat.
6. Berikan HE tentang pentingnya latihan mobilisasi atau latihan rentang gerak aktif dan pasif.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan memberikan informasi tentang proses pemulihan kekuatan dan keseimbangan otot.
7. Berikan obat relaksasi otot, antispasmodik sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
1. 2. 2. 4 Kerusakan Komunikasi verbal atau tertulis berhubungkan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot, fasia / oral, kelemahan / kelelahan umum.
Batasan Karakteristik :
1. Kerusakan artikulasi, tidak dapat bicara ( disartria ).
2. Ketidakmampuan untuk bicara, menemukan dan menyebutkan kata - kata, mengidentifikasi obyek, ketidakmampuan memahami bahasa tertulis / ucapan.
3. Ketidakmampuan menghasilkan komunikasi tertulis.
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspreesikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil :
1. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
2. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
3. Menggunakan sumber – sumber dengan tepat.
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji tipe / derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Umpan balik membantu pasien merealisasikan respon dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan isi / makna yang terkandung dalam ucapannya.
3. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ ya / tidak “ selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai respon pasien.
Rasional : Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut.
4. Anjurkan pengunjung / orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.
Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.
5. Kolaborasi dengan fisioterapi serta dengan ahli terapi wicara.
Rasional : Untuk membantu keberhasilan / mengidentifikasi keefektifan terapi.
1. 3. 1 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien.
1. Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2. Pasien terhindar dari peningkatan tekanan intra kranial
3. Kebutuhan dalam pemenuhan ADL pasien dapat tercapai
4. Pasien mampu memahami masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya dan menggunakan bahasa isyarat.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes. E. Mariylyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Mardjono, Prof, Dr, Mohar. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
Price S.A., Wilson L.M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II. Jakarta : EGC.
0 Response to "ASKEP CVA"
Posting Komentar