ASKEP HIPERTENSI

BAB 1

KONSEP TEORI

 

1.1        Konsep Hipertensi

1.1.1        Definisi

Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan distolik 120 mmHg (Sharon, L. Rogen. 1996). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen. 1996). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih (Barbara  Hearrison. 1997). Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg.

 

1.1.2        Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :

1)      genetik

Respon neurologi terhadap stres atau nkelainan ekskresi atau transpor Na

2)      Obesitas

Terkait dengan level insulin yang tinggi yang menyebabkan TD meningkat

3)      Stres lingkungan

4)      Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah

Berdasarkan etiologinya HT dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1)      Hipertensi esensial (primer)

penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensi, efek dari ekskresi Na, obesitas, merokok dan stres

2)      Hipertensi sekunder

dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil, gangguan endokrin, dll

 

1.1.3     Patofisiologi

Screen Shot 11-22-16 at 08.21 AM

1.1.4      Pengaturan Tekanan Darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

1.      Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya

2.      Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal da kaku karena arterisklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi ”vasokontriksi” yaitu jika arteri kecil untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

3.      Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehinnga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air di dalam tubuh. Volume darah di dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya jika :

a.       aktivitas memompa jantung berkurang

b.      arteri mengalami pelebaran

c.       banyak cairan keluar dari sirkulasi

Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

1.      Perubahan Fungsi Ginjal

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara :

a.       jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan akan mengembalikan tekanan darah ke normal

b.      jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal

c.       ginjal juga bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron

Ginjal  merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit  dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

2.      Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan :

a.       meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar)

b.      meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung, juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)

c.       mengurangi pembuangan aiar dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh

d.      melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan non epinefrin, yang merangsang jantung dan pembuluh darah

 

1.1.5        Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik pada klien dengan HT adalah meningkatnya tekanan darah >140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, lemah dan lelah, muka pucat dan suhu tubuh rendah.

 

1.1.6        Pemeriksaan Penunjang

1)      Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoaguabilitas, anemia.

2)      BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal

3)      Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus HT) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4)      Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada DM

5)      CT Scan : mengkaji adanya tumor serebral, encelopati

6)      EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung, HT

7)      IVP : mengidentifikasikan penyebab HT seperti batu ginjal, perbaikan ginjal

8)      Foto dada : menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung

 

1.1.7   Penatalaksanaan Medis

Penanggulangan HT secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis penatalaksanaan:

a.       Penatalaksanaan non farmakologis

1)      diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah diikuti dengan penurunan aktivitas renin dalam plasma dan kadar aldosteron dalam plasma.

2)      aktivitas

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, joging, bersepeda atau berenang.

b.      Penatalaksanaan farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti HT yaitu :

1)      mempunyai efektifitas yang tinggi

2)      mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal

3)      memungkinkan penggunaan obat secara oral

4)      tidak menimbulkan intoleransi

5)      harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien

6)      memungkinkan penggunaan jangka panjang

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan HT seperti golongan diuretik, golongan betablocker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi renin angiotensi

 

 

1.2        Tinjauan Asuhan Keperawatan

1.2.1        Pengkajian

1)      Aktivitas dan Istirahat

Gejala  : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

2)      Sirkulasi

Gejala : riwayat HT, arterisklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cerebrovaskuler, episode palpitasi

Tanda : kenaikan TD, denyutan nadi dari karotis jelas, jugularis, radialis, takikardi, murmus stenosis vaskuler, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokonstriksi perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda

3)      Integritas Ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stres multipel (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)

Tanda  : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu, perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara

4)      Eliminasi

Gejala  : gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu)

5)      Makanan / Cairan

Gejala : makan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam dan lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir-akhir ini (meningkat/turun), riwayat penggunaan diuretik

Tanda  : berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikouria

6)      Neurosensori

Gejala : keluhan pening/pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan

Tanda  : status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir, penurunan kekuatan genggaman tangan

7)      Nyeri / Kenyamanan

Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala

8)      Pernafasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dari aktifitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok

Tanda  : distres pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan (mengi), sianosis

 

9)      Keamanan

Gejala  : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

10)              Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala  : faktor resiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM

 

1.2.2        Rencana Asuhan Keperawatan

1.2.2.1  Diagnosa Keperawatan I

Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan vasokonstriksi pembuluh darah

1.      Kriteria Hasil

-          klien berpartisipasi dalam aktifitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung

-          mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima

-          memperlihatkan norma dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien

2.      Intervensi dan Rasional

1)      Observasi tekanan darah

R : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler

2)      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

R : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi

3)      Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas

R : S4 umum terdengar pada pasien HT berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik

4)      Amati warna kulit, kelembapan, suhu dan masa pengisian kapiler

R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap, dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung

5)      Catat adanya demam umum/tertentu

R : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler

6)      Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktifitas/keributan lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal

R : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi

7)      Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi

R : dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah

8)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi, diuretik

R : Menurunkan TD

 

1.2.2.2  Diagnosa Keperawatan II

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

1.   Kriteria Hasil

Klien dapat melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur, dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/diperlukan

2.   Intervensi dan Rasional

1)   Dorong pasien untuk memilih aktifitas

R : Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres, aktifitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung

2)      Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri

R : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktifitas individu

3)      Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri

R : Kemajuan aktifitas bertahap dapat mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung

4)      Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya

R : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2

5)      Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas dengan menggunakan parameter frekuensi nadi 20x/menit di atas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, dispnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan

R : Meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktifitas dan mencegah kelemahan

 

1.2.2.3  Diagnosa Keperawatan III

        Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral

1.   Kriteria Hasil

Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan kepala/terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan

2.   Intervensi dan Rasional

1)   Pertahankan tirah baring selama fase akut

R : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi

2)   Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi

R : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya

3)   Hilangkan/minimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misal mengejan saat BAB, batuk panjang dan membungkuk

R : Aktifitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler cerebral

4)   Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

R : Meminimalkan penggunaan O2 dan aktifitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien

5)   Beri cairan, makanan lunak. Biarkan pasien istirahat selama 1 jam setelah makan

R : Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan kerja pencernaan

6)   Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik, antiansietas, diazepam,dll

R : Analgesik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis

 

1.2.2.4  Diagnosa Keperawatan IV

Resiko cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

1.      Kriteria hasil:

-   Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.

-   Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.

-   Meminta bantuan bila diperlukan.

2.      Intervensi:

1)      Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

R : Membantu menurunkan cedera.

2)      Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:

-    Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

-    Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.

-    Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.

R : Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.

3)      Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.

R : Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.

4)      Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

R : Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan pemasangan alat bantu

 

1.2.2.5  Diagnnosa Keperawatan V

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton

1.   Kriteria Hasil

Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara HT dengan kegemukan, menunjukkan perubahan pola makan, melakukan/memprogram olahraga yang tepat secara individu

2.   Intervensi dan Rasional

1)      Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara HT dengan kegemukan

R : Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan masa tumbuh

2)      Membicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi

R : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk HT dan komplikasinya, misalnya stroke, penyakit gagal ginjal, jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskular dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk HT

3)      Tetapkan keinginan klien menurunkan BB

R : Motivasi untuk penurunan BB adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan BB, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil

4)      Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet

R : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk menyesuaikan/penyuluhan

5)      Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan di makan

R : Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan

6)      Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat

R : Menghindari makanan tersebut mencegah perkembangan aterogenesis

7)      Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi

R : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual

 

1.2.2.6  Diagnosa Keperawatan V

Koping individu inefektif berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik

1.      Kriteria hasil :

Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya, menyatakan kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial situasi stres dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya

2.      Intervensi :

1)       Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misal : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan

R : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang harus dilakukan ke dalam kehidupan sehari-hari

2)       Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah

R : Manifestasi mekanisme koping mal adaptive mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolik

3)       Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya

R : Pengenalan  terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor

4)       Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan

R : Keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki ketrampilan koping dan dapat meningkatkan kerjasama dalam regimen terapeutik

5)       Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan yang perlu

R : Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya

 

1.2.3  Evaluasi

1)      Tingkat aktivitas optimum/ fungsi tercapai kembali

2)      Proses penyakit serta regimen terapiutik dimengerti

3)      Aktivitas dapat terpenuhi secara adekuat

4)      Irama dan frekwensi jantung stabil, tekanan darah dalam batas normal (90/60 - 140/90 mmHg)

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Brunner, Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi : 8, Vol : 2. Jakarta : EGC

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC

 

Doenges, Marilynn.( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC  

 

dr. Edial Sani. (2008). Krisis Hipertensi. www.jantunghipertensi.com

 

Guyton and Hall .(1997). Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC

 

Nuer, Sjaifoellah. (1996). Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed. 3. Jakarta : Penerbit FKUI  

 

Price, Anderson Sylvia. (1997). Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC

 

 

 

Jangan lewatkan informasi menarik lainnya yang akan kami kirim via email kepada anda

0 Response to "ASKEP HIPERTENSI"


Memuat...